Monday, June 22, 2009

ode kematian

lelaki itu diam saja sembari terduduk. memegang sebatang rokok sambil sesekali menghisapnya. ia tak berbicara apa-apa. pun tanpa ekspresi apa-apa. wanita dan lelaki lain di sekitarnya sesekali tersedu. mengetahui si lelaki tua ini sebentar lagi akan menuju ke peti matinya sendiri.

aku terkesima. baru kali ini kutahu bahwa kematian bisa direncanakan dengan jalan yang mulus. berjalan menuju ke kematiannya sendiri.

yang kutahu, lelaki itu akan berdandan dengan rapi. seperti ia tak pernah berdandan serapi itu dalam hidupnya, kecuali saat ia hendak mempersiapkan resepsi pernikahan. kata orang, pernikahan adalah ajang gengsi terbesar seumur hidup. meskipun aku lebih setuju jika kelahiranlah ajang terbesar seumur hidup.

waktunya telah tiba.

aku masih sedih memikirkan bahwa aku akan berpisah dengan lelaki itu. tapi aku tak dapat menangis. kata orang, air mata adalah bentuk kesedihan atau keharuan yang mendalam. aku sudah tidak dapat menangis lagi. terlalu banyak air mata kutumpahkan seumur hidupku.

ia berdandan rapi. mempersiapkan kematiannya sendiri. lalu kami berjalan beriringan menuju altar yang sudah tersedia peti mati untuknya.

seorang anak dari lelaki itu menangis keras. ia menanyakan bagaimana hidupnya dan anak-anak lainnya jika sang ayah nanti meninggalkan mereka semua. aku terdiam dalam haru. tak tahu harus berpikir apa-apa lagi. pikiranku masih kalut antara akan kehilangan lelaki itu dan masih belum percaya akan fenomena menjemput kematian sendiri.

kami sampai di depan altar. aku memeluk lelaki itu. aku tak dapat berkata-kata. hanya segelintir kalimat meluncur:
"aku menghargai saat-saat indah dan duka yang telah kita lewati bersama. jagalah dirimu."
itu saja.

aku tak tahu lagi harus berkata apa. aku sendiri tak pernah membayangkan kematian itu akan seperti apa nantinya.

alangkah damainya kematian yang dialaminya itu.

lelaki itu sudah lebih dari sepuluh tahun meninggalkanku dan kini hadir dalam mimpi.

dalam kehidupannya yang lalu, aku memeluk erat tubuhnya yang sudah terbujur kaku di kamar mayat. tubuhnya kaku dan dingin. seperti itu rupanya orang yang sudah mati, batinku. aku tak pernah mau masuk ke kamar mayat, namun empat belas tahun yang lalu, aku sudah akrab dengan tubuh orang mati.

aku tak sempat mengucapkan salam perpisahan. namun dalam mimpiku, aku sudah menyampaikannya.

kuyakin ia sudah berbahagia kini di nirwana.


untuk Mr WS, i love and admire U always...

No comments:

Post a Comment